Pages

Ads 468x60px

Kamis, 10 Juli 2014

Makna Tradisi Gapura Padureksa


ABSTRAK

Kata kunci : ngubeng nganten, asal mula, kajian semantik.

   Masyarakat Jawa dikenal dengan masyarakat berbudaya yangmasih mempertahankan tradisinya hingga sekarang. Tidak hanya itu, tiap tradisi juga memiliki makna dan simbol tertentu. Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa merupakan salah satu tradisi yang maish dilaksanakan waraga loram kulon. Tradisi ini juga memiliki makna-makna yang mendalam yang diperciyai masyarakat. Namun sayang, banyak masyrakat yang hanya melakukan trdiis ini tanpatahu asa mula dan makna sebenranya dari tradisi ini. Jadi, makna dana sal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa merupakan kajian yang tepat untuk dikaji dalam penelitian ini.
            Masalah yang diteliti dalam makalh ini adalah bagimana asal muasa trdadisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa. Serta bagimana makna yang terdapat dalam tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa.  Berdasarkan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk Menjelaskan asal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa serta menjelaskan makna tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa.
            Dalam penelitian ini digunakan pendekatan metodologisdan teoritis. Sumber data penelitian ini berupa informasi dari narasumber dan buku. Data penelitian ini ada data primer dari wawancara dan sekunder dari referensi buku. Sedangkan metode yang digunakan merupakan metode wawancara dan studi pustaka.
            Penelitian ini mengahasilkan penjelasan mengenai asal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa yaitu yang digagas oleh ulama Tji Wie Gwan. Selanjutnya diadaptkan penjelasan mengenai makan dari tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa yaitu makna rasa syukur, permohonan doa, tolak balak,dll.
            Tradisi ini sebaiknya tetap dilestarikan sebagai sarana nguri-uribuaday jawa. Selain itu agar juaga dipahami asal mula dan makna dari tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa secara mendalam.

1.1 PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri atas beragam suku dan bangsa. Beragam suku tersebut juga membawa beragam budaya yangmerupakan bagian tak terpisahkan dari masayarakat. Begitu pula dengan Budaya orang Jawa yang memiliki berbagai tradisi yang berbeda di setipa daerahnya. Perbedaan tradisi tersebut karena setiap msayrakat tertentu berbeda dalam memaknai suatu hal. Ilmu yang mempeljari makna dikenal dengan Semantik.
Mempelajari semantik di budaya Jawa tidak hanya belajar makna secara kulitnya saja tetapi mempeljari makna samapai mendalam. Mislanya saja filosofi bendera kematian yang berbeda di setiap daerah. Di daerah A ada yang menggunkan warna kuning, hijau, bahkan hitam. Contoh lain, pertanda-pertanda yang dimakanai kan terjadi sesuatu.Misalnya ayam yang berkokok di jam yang masih malam pertanda ada gadis yang hilang keperawannya, atau kokok ayam sebgai pertanda malaikat lewat, dsb.
Salah satu tradisi orang jawa yang masih dipercayai masyarakat di Loram Kulon kabupaten Kudus adalah radisi ngubeng nganten gapura padureksa. Tradisi ini dilakukan msayarakat loram ketika melakukan pernikahan. Setelah melaksnakan ijab kobul, kedua mempelai diwajibkan untuk mengitarai gapura sebanayak satu kali putaran. Hal ini dipercaya mamapu memberikan berkah luar biasa bagi pengantin baru. Sebalaiknya, jika tidak melaksanakan tradisi ini maka dipercaya kan mengalami kesialan-kesialan dalam rumah tangganya.
Berbagai penjelasan di atas menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Makna Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa : Kajian Semantik”


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagimana asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa?
2. Bgaiamana makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa?

1.3 Tujuan dan Metode
Tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Mendeskripsikan asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
2. Mendeskripsikan makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.

Metode
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam peneltina ini adalah pendekatan metodologis dan teoritis. Metodologis yang digunkan yaitu deskriptif kualitatif. Deskriptif kulaitatif digunakan untuk menjelaskan makna tradisi ngubeng nganten gapur padureksa.
Teoritis digunakan dengan menggabungkan makna antara bahas dan budaya kaitannya dengan kajian semantik.
2. Data dan Sumber Data
Data merupkan segala fakta dan angka yang diperoleh dari informasi. Dalam hal ini yaitu data mengenai makan tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
Sumber data yang digunakan yaitu primer dansekunder. Sumber data primer diperoleh dari wawancaradengan naarsumber yaitu sesepuh desa dan masyarakat sekitar loram kulon. Sedangkan, sumberdata sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode wawancara dan studi pustaka. Metode wawancara untuk mendapatkan informasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber berkaitan dengan ngubeng nganten gapura padureksa. Sedangkan studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
                                       


1.4 Pembahasan

Semantik merupakan ilmu yang mempelajari tentang arti makna. Chaer (2002:2).Semantik merupakan bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Salah satu jenis semantik yaitu semantik budaya. Dalam semantik budaya ini menjelaskan bagaimana makna budaya pada daerah-daerah tertentu dalam waktu tertentu yang biasanya menggunakan simbol-simbol pada perayaan tradisi dalam budaya tersebut. Budaya yang ada sampai saat ini masih banyak sekali jumlahnya. Dalam budaya Jawa, terdapat banyak tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih dipertahankan. Salah satu budaya yang masih dipertahankan hingga kini yaitu tradisi ngubeng nganten gapur padureksa.

1.4.1 Asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
            Masjid Wali loram kulon didirikan oleh Tji Wie Gwan seorang yangdatang dari Champa. Dia merupakn murid dari Sunan Kudus yang dierintah untuk menyebarkan agama islam di kudus bagian Selatan. Tji Wie Gwan memilih daerah loram karena padawaktu itu mastarakatnya masih banyak yang memeluk agam hindu. Siasat yang digunakan untuk menrik minat msyarakat loramadlah dengan membangun masjid yang memiliki gapua menyerupai gapura hindu. Lambat lau wraga yang penasaraarn tertarik dan akhirnya ikut beljar kepada TjiWie Gwan. Lama kelamaan masyrakat loram kulon banayak yang memeluk agama islam.
            Tji Wie Gwan juga sering mengisi acara di masjid dengan ajaran-ajaran selesai salat Jumat. Banyak santri yang telah selesai belajar pulang ke kampung halamannya dan menikah. Tak hanya itu mereka juag emngharapkan kehadiran sang Guru untuk memberi restu. Karena banyak yang menikah padawaktu yang bersamaan, Tji Wie Gwan akhirnya memanggil murid-muridnya yang kan menikah untuk berkmupul di Masjid. Karena belum daa KUA, maka pada jaman itu didoakanlah mereka secara bersamaan. Setelah mereka melakukakan ijab kobul, mereka diperintah untuk memutari gapura padureksa masjid Wali sebanyak satu kali putaran. Hal ini dimaksudkan agar pengantin-pengantin tersebut mendapat keberkahan.  


1.4.2 Makna Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padurekasa
 Tradisi ngubeng nganten gapura padureksa telah menjadi bagian kebudayaan masyarakat Jawa di daerah loram kulon yang hingga kini masih dipercayai untuk dilakukan. Pengantin yang telah melaksankan ijab kobul di dalam masjid kemudian diarak oleh kerabat mengitari gapura padureksa. Pengantin mengitari gapura dari barat kemudian menuju gaupra timur.  Setelh itu mereka didoakan oleh kerabat dan juga ulama setempat agarmenjadi keluarga yang sakinah mawadah warrahmah.
Masayarkat juga masih percaya jika tidak melakukan tradisi ini kan mendapatkan hal-hal yang tidak diingingkan dalam rumah tangga. Misalnya ada keluaraga yang terkena musibah, ada musibah saat pernikahan, dsb. Oleh karena itu tradisi ini masih dilakukan hingga sekarang sebagi sarana nguri-uri budaya.
Sebelumnya, keluarga juga juga telah menyiapkan ubarampe berupa sega kepel dan bothok sebagai tradisi yang juga dipercayai pemilik hajat. Nasi kepel yang dipakai berjumlah  7 bungkus dan lauk bothok 7 bungkus. 7 ini maksudnya dalam basa jawa berarti pitu, yang mempunyai arti filsafat “Pitulung (pertolongan), Pitutur (nasihat), Pituduh (petunjuk)” dalam menjalani hidup di dunia. Diharapkan sego ini bisa menjadi sedekah yang dapat memmbawa keberkahan pula bagi pemilik hajat.
Secara tersirat makna dari tradisi ngubengnagnten gapura padureksa ini adalah
1. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
2. Memohonkan doa kepada keluarga dan masyarakat agar mempelai mendapat keberkahan.
3. Mengenalkan kepada masyarakat jika mereka telah menikah dan memohon doanya.
4. Tradisi ini juga sebgai upaya nguri-uri tradisi pendahulu.
5. Menjaga watak religius warga sekitar masjid wali
6. Bisa sebagai sarana sedekah dengan sego kepel dan bothok.
7. Dipercaya jika tidak melakukan tradisi ini akan terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dalam rumah tangga.



           
5 SIMPULAN dan SARAN
          Berdasarkan hasil analisis terhadap tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa dapat disimpulkan bahwa menjadi tradisi yang memiliki banyk makna yang luhur. Mislanya makna rasa syukur, sedekah, doa, dsb. Tradisi ini digunkan sebagai sarana untuk memohon doa gar pernikahan mempelai mendapat keberkahan. Sedangkan, masyarakat juaga masih meyakini bahwa jika tidak melakukan tradisi ini kan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga mempelai. Bagimanapun, trdadisi ini merupakan tradisi yang harus tetap dilestrikan.
            Adapun saran penulis yaitu.
1. Agar tradisi ini bisa dimanfaatkan sebgai potensi budaya kearifan lokal.
2. Masyarakat mau mempelajari makan sesungguhnya dari tradisi ini,tidak seakadar elakukan tanpa tahu makna sebenarnya.
3. Pemerintah mau membantu mengenlakan potensi di masjid ini garsemakin dikenal masyarakat luas.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Sematik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

1 komentar: