Pages

Ads 468x60px

Kamis, 10 Juli 2014

“Kemelut Majapahit Nambi Mbalelo”

LAPORAN HASIL STUDI LAPANGAN
KETOPRAK KRIDA CARITA
Pati, 10 November 2012
“Kemelut Majapahit Nambi Mbalelo”



Oleh :
Charisfa Nuzula 2601411142










UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
STUDI LAPANGAN
KETOPRAK KRIDA CARITA
Pati, 10 November 2012


Daftar pertanyaan untuk wawancara :
1.      Identitas Narasumber, meliputi :
·         Nama
·         TTL
·         Peran yang dimainkan
·         Pendidikan
·         Pekerjaan utama/sampingan
·         Latar belakang keluarga (anak, istri/ suami, dsb)

2.      Latar belakang/biografi dalam Krida Carita, meliputi :
·         Belajar ketorunaprak dari kapan dan dimana ?
·         Sejak kapan bergabung dalam Krida Carita ?
·         Mengapa memilih group Krida Carita
·         Hal yang menyenangkan saat berada dalam Karida Carita?
·         Hal pahit saat berada dalam Krida Carita ?
·         Dalam group berperan sebagai apa ?
·         Bagaimana pembagian peran dalam setiap lakon cerita*
·         Bagaimana cara melaksanakan peran dalam group, cara latihan dsb*
*) jika narasumber berperan sebagai pemain

3.      Gaji/ Honorarium narasumber, meliputi :
·         Penghasilan dari group Krida Carita (setiap kali main)
·         Penghasilan dari kerjaan sampingan/utama yang lain
·         Ongkos yang dikeluarkan secara pribadi
·         Kapan ada honor terbesar dan sedikit ?
·         Adakah uang tambahan/saweran dari penonton dari pihak lain ?

4.      Harapan terhadap kesenian ketoprak kedepannya ?


PEMBAGIAN ANGGOTA GROUP KRIDA CARITA

1.      Pemimpin Group                                 : Sigit Sumarno
2.      Sutradara                                            : Raji Suwiryo
3.      Asisten Sutradara                                : Timur santoso
4.      Penarik Layar                                      : Sadem
5.      Tukang keprak                                    : Dhalang Gembluk
6.      Pemimpin yaga / penggendang           : Mas Riyanto
7.      Pemeran utama pria                             : Bini
8.      Pemeran utama wanita                        : Hartini
9.      Pemeran antagonis pria/wanita*         : Amin Wijaya/ Hartiningsih
10.  Pemeran Raja Baik                              : Aris sanjaya
11.  Pemeran Raja Jahat                             : Raji Supriyo
12.  Patih*                                                  : Suntono, Masruri
13.  Pemeran dagelan                                 :Sutarman TB
14.  Emban                                                 : Wiwit W
15.  Anak buah emban                               : Olivia, Susiana, Dewi Sagita, Atik,
                                                              Ayu, Yeti, titian, Ana
                                                           
16.  Prajurit*                                              : Arman, Aris, Abdul wahab, Ana ,                              Ngatono, Kliwon,
17.  Pendekorasi*                                       : Sudiyono
18.  Tumenggung                                       : Bagong
19.  Begawan                                             : Junaedi
20.  Pemeran tambahan lainnya*               : Muntoro
                                                            Mas Hriyanto
                                                            Pak Giyanto
21.  Penanggap                                          : Bapak Suwadi dan Ibu Kemi
*) jumlah pemain lebih dari satu




HASIL WAWANCARA

Identitas narasumber :
·         Nama              : Kholifah
·         TTL                 : Tayu, 17 Mei 1992
·         Peran               : Sindhen
·         Pendidikan     : SMP
                        Wanita dikenal karena zamannya, zaman kini telah berubah seiring masanya. Peran wanita pun telah banyak mengalami perubahan, kini wanita tak hanya identik dengan urusan dapur, anak, dsb. Wanita kini menuntut persamaan gender dengan lelaki,emansipasi, label itulah yang kini dikenakan wanita untuk menuntut persamaan hak dengan lawan jenisnya. Kholifah, merupakan salah satu diantara wanita emansipasi tersebut. Menekuni seni ketoprak menjadikannya berbeda tetapi sama dengan lelaki, bekerja keras  dari pagi kembali pagi. Meskipun terkadang harus sampai 4 bulan harus pentas keliling, hal tersebut tidak menjadikannya menjadi wanita lemah, tetap dan tetap saja ia tersenyum demi sesuap nasi yang menungggunya gajian nanti.
            Menekuni seni ketoprak sejak SMP, impiannya kini terwujud dengan bergabung di grup ketoprak “Krida Carita”. Grup itulah yang menjadikan hobinya tak hanya menjadi hobi tetapi bisa menjadi pekerjaan. “toh, di ketopraklah saya betemu jodoh saya,” ungkapnya dengan tersipu saat berbicara dengan saya. Sebelumnya ia juga pernah bergabung dengan grup “ Wahyu Budaya”,dengan sedikit tersenyum ia enggan menyebut alasan kepindahannya ke grup sekarang,”yang penting ada suami saya di sini,”ujarnya lagi.
            Berperan dalam grup sebagai sindhen, bukan berarti ia harus latian khusus untuk mengolah suara. Ia mengaku hanya latian saat di sela-sela pertunjukkan, ini karena jadwal yang padat membuat ia tak punya banyak waktu untuk berlatih, namun untuk kualitas suara, semua orang mengakui kebolehannya.
            Pembicaraan kami masih berlanjut meskipun sudahterlihat pertunjukkan akan segera dimulai. Ia kemudian bercerita suka dukanya selama di grup, dengan mimic sedikit bersedih ia mengaku bahwa jarang pulang ke rumah dan bertemu anak adalah hal terberatnya, meskipun begitu ia juga bangga saat tampil dan mempunyai banyak kenalan dari grup tersebut.
            Baru 5 tahun ia bergabung dalam grup, ia juga mengaku pengalamannya masihlah sedikit. Oleh karena itu, honornya juga belum seberapa “cukup untuk jajan,”katanya sembari berias, honor yang didapat pemain juga bergantung dengan keahlian dan perannya, apalagi ketika masih menjadi anak magang, gajinya juga stak berapa. Selain itu, ia juga harus menyisakan sedikit gajinya suntuk membeli peralatan make up.
            Ketika saya tanya mengenai harapnnya akan ketoprak, ia pun mengulas harapannya agar ketoprak tetap eksis dan mampu mengikuti perubahan zaman. Ketoprak merupakan bagian dari budaya Jawa yang harus tetap lestari dan dilestarikan oleh siapa saja, terutama para generasi muda yang kelak memegang estafet kepemimpinan.


           







Paraga Ketprak “ Perang TAmbak Beras Harya Nambi Mbalela
Anuraga                                             : Timur Santosa
Kembang Sore                                               : Tintin Mardewi
Andhikan bayangkara                         : Amin Wijaya
Ki Hajar Wungkuk                             : Anom Sugiyanto
Adipati Ranggalawe                           : Raji Suwiryo
Mitoraga                                             : Sri Sudarminingsih
Tirtaningsih                                         : Parmiyati
Adipati papringan kebo anabrang       : Ali Sanjaya
Ken Sorah                                           : Ahmad Sapi’i
Adipati Harya Nambi                         : Harja bini
Rama Pati                                            : Jono Edi
Patih Yuda Praja                                 : Suntana
Prabu Jayanegara                                : Muntara
Senapati Kebo Taruna                        : Keryantara
Dewi tarwati                                       : Sri Haryati
Dewi retno wandari                            : Yanti Oktaviani
Senapati Lembu pangarsa                   : Bagong Sutresna
Dhagelan                                             : Meler dan Mantebe
Emban                                                 : Wiwid Widyana dkk

1.      Sinopsis Cerita
  Diceritakan Kembang Sore dan Anurogo murid di Padhepokan Gunung Semeru yang saling mencintai. Suatu hari ketika mereka berdua sedang memadu kasih di tengah hutan diketahui oleh Andhikan Bhayangkara yang juga mencintai Kembang Sore. Perkelahian antara Anurogo dan Andhikan Bhayangkara tak terelakkan untuk memperebutkan Kembang Sore. Namun Ki Hajar Wungkuk mendengar perkelahian tersebut dan melerai keduanya.
Senopati Kraton Majapahit yaitu Kebo Taruna kedatangan Ramapati untuk menyampaikan maksud dari Prabu Jayanegara mengirimkan Kebo Taruna untuk menumpas Nambi yang tengah mbalela ke Kraton Majapahit.
***********
Dengan penuh kepercayaan untuk membela Kraton Majapahit, Kebo Taruna sebagai Senopati Agung berangkat ke Kadipaten Lumajang untuk menumpas Haryo Nambi, Adipati Lumajang. Di tengah perjalanan, bertemulah Kebo Taruna dan Harya Nambi Sang Adipati Lumajang. Karena hasutan Ramapati, Kebo Taruna dan Harya Nambi bertarung.
Keinginan kuat dari Kebo Taruna untuk membunuh Harya Nambi, Harya Nambi ketakutan dan membuat kesepakatan dengan anaknya Endang Parmiati. Harya Nambi menyuruh anaknya untuk merayu Kebo Taruna agar jatuh hati kepada Endang Parmiati.
Setibanya di Kadipaten Lumajang, Kebo Taruna bertemu anak dari Adipati Harya Nambi, Endang Parmiati. Dengan segala cara Endang Parmiati merayu Kebo Taruna untuk menggagalkan niatnya untuk membunuh Nambi. Adipati Harya Nambi juga menghasut Kebo Taruna dengan agar berbalik menyerang Kraton Majapahit. Setelah Kebo Taruna terhasut dan jatuh cinta kepada Endang Parmiati, Kebo Taruna dengan segenap emosi dari hasutan dan rayuan Nambi dan Endang, kembali ke Majapahit.
Kembali ke Majapahit, Lembu Pangarsa tidak terima dengan Kebo Taruna yang berbalik memberontak Majapahit. Dewi Tarwati merasa iba atas tindakan yang dilakukan oleh suaminya Kebo Taruna. Dia berusaha untuk mengingatkan suamiya, karena dia telah di adu domba oleh Harya Nambi dengan kejadian yang dialami oleh kedua orang tuanya hingga meninggal. Perang mulut antara Kebo Taruna dan Dewi Tarwati semakin menjadi-jadi ketika istrinya memaksa Kebo Taruna untuk meminta maaf kepada Prabu Jayanegara. Sementara  Lembu Pangarsa mengadu ke Prabu Jayanegara, datang seorang lelaki muda yang menghadap Prabu Jayanegara bermaksud untuk menawarkan diri menumpas Kebo Taruna dan Adipati Harya Nambi. Pemuda tersebut adalah Anurogo yang telah diperintahkan Ki Ajar Wungkuk membantu Kerajaan Majapahit. Bersama Andhikan Bhayangkara, Anurogo mengalahkan Kebo Taruna. Mengetahui Kebo Taruna tewas di tangan pemuda utusan Kraton Majapahit, Adipati Harya Nambi melawan dua pemuda tersebut, namun akhirnya Adipati Harya Nambi pun bisa diringkus dan dibawa ke hadapan Prabu Jayanegara.
Akhir cerita, Adipati Harya Nambi dan Prabu Jayanegara sama-sama mengetahui bahwa masalah disebabkan oleh hasutan dari Ramapati. Diketahui bahwa Anurogo adalah Uda Anjangpiani putra dari Ronggolawe, Adipati Tuban. Untuk menepati janji Prabu Jayanegara, Anurogo diberikan tahta menjadi adipati Tuban, dan Andhikan Bayangkara diberikan titah untuk menjadi patih di Kerajaan Majapahit.

            

Makna Tradisi Gapura Padureksa


ABSTRAK

Kata kunci : ngubeng nganten, asal mula, kajian semantik.

   Masyarakat Jawa dikenal dengan masyarakat berbudaya yangmasih mempertahankan tradisinya hingga sekarang. Tidak hanya itu, tiap tradisi juga memiliki makna dan simbol tertentu. Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa merupakan salah satu tradisi yang maish dilaksanakan waraga loram kulon. Tradisi ini juga memiliki makna-makna yang mendalam yang diperciyai masyarakat. Namun sayang, banyak masyrakat yang hanya melakukan trdiis ini tanpatahu asa mula dan makna sebenranya dari tradisi ini. Jadi, makna dana sal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa merupakan kajian yang tepat untuk dikaji dalam penelitian ini.
            Masalah yang diteliti dalam makalh ini adalah bagimana asal muasa trdadisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa. Serta bagimana makna yang terdapat dalam tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa.  Berdasarkan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk Menjelaskan asal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa serta menjelaskan makna tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa.
            Dalam penelitian ini digunakan pendekatan metodologisdan teoritis. Sumber data penelitian ini berupa informasi dari narasumber dan buku. Data penelitian ini ada data primer dari wawancara dan sekunder dari referensi buku. Sedangkan metode yang digunakan merupakan metode wawancara dan studi pustaka.
            Penelitian ini mengahasilkan penjelasan mengenai asal mula tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa yaitu yang digagas oleh ulama Tji Wie Gwan. Selanjutnya diadaptkan penjelasan mengenai makan dari tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa yaitu makna rasa syukur, permohonan doa, tolak balak,dll.
            Tradisi ini sebaiknya tetap dilestarikan sebagai sarana nguri-uribuaday jawa. Selain itu agar juaga dipahami asal mula dan makna dari tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa secara mendalam.

1.1 PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri atas beragam suku dan bangsa. Beragam suku tersebut juga membawa beragam budaya yangmerupakan bagian tak terpisahkan dari masayarakat. Begitu pula dengan Budaya orang Jawa yang memiliki berbagai tradisi yang berbeda di setipa daerahnya. Perbedaan tradisi tersebut karena setiap msayrakat tertentu berbeda dalam memaknai suatu hal. Ilmu yang mempeljari makna dikenal dengan Semantik.
Mempelajari semantik di budaya Jawa tidak hanya belajar makna secara kulitnya saja tetapi mempeljari makna samapai mendalam. Mislanya saja filosofi bendera kematian yang berbeda di setiap daerah. Di daerah A ada yang menggunkan warna kuning, hijau, bahkan hitam. Contoh lain, pertanda-pertanda yang dimakanai kan terjadi sesuatu.Misalnya ayam yang berkokok di jam yang masih malam pertanda ada gadis yang hilang keperawannya, atau kokok ayam sebgai pertanda malaikat lewat, dsb.
Salah satu tradisi orang jawa yang masih dipercayai masyarakat di Loram Kulon kabupaten Kudus adalah radisi ngubeng nganten gapura padureksa. Tradisi ini dilakukan msayarakat loram ketika melakukan pernikahan. Setelah melaksnakan ijab kobul, kedua mempelai diwajibkan untuk mengitarai gapura sebanayak satu kali putaran. Hal ini dipercaya mamapu memberikan berkah luar biasa bagi pengantin baru. Sebalaiknya, jika tidak melaksanakan tradisi ini maka dipercaya kan mengalami kesialan-kesialan dalam rumah tangganya.
Berbagai penjelasan di atas menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “Makna Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa : Kajian Semantik”


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagimana asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa?
2. Bgaiamana makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa?

1.3 Tujuan dan Metode
Tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Mendeskripsikan asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
2. Mendeskripsikan makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.

Metode
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam peneltina ini adalah pendekatan metodologis dan teoritis. Metodologis yang digunkan yaitu deskriptif kualitatif. Deskriptif kulaitatif digunakan untuk menjelaskan makna tradisi ngubeng nganten gapur padureksa.
Teoritis digunakan dengan menggabungkan makna antara bahas dan budaya kaitannya dengan kajian semantik.
2. Data dan Sumber Data
Data merupkan segala fakta dan angka yang diperoleh dari informasi. Dalam hal ini yaitu data mengenai makan tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
Sumber data yang digunakan yaitu primer dansekunder. Sumber data primer diperoleh dari wawancaradengan naarsumber yaitu sesepuh desa dan masyarakat sekitar loram kulon. Sedangkan, sumberdata sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan makna tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
3.Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah metode wawancara dan studi pustaka. Metode wawancara untuk mendapatkan informasi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber berkaitan dengan ngubeng nganten gapura padureksa. Sedangkan studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas.
                                       


1.4 Pembahasan

Semantik merupakan ilmu yang mempelajari tentang arti makna. Chaer (2002:2).Semantik merupakan bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Salah satu jenis semantik yaitu semantik budaya. Dalam semantik budaya ini menjelaskan bagaimana makna budaya pada daerah-daerah tertentu dalam waktu tertentu yang biasanya menggunakan simbol-simbol pada perayaan tradisi dalam budaya tersebut. Budaya yang ada sampai saat ini masih banyak sekali jumlahnya. Dalam budaya Jawa, terdapat banyak tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih dipertahankan. Salah satu budaya yang masih dipertahankan hingga kini yaitu tradisi ngubeng nganten gapur padureksa.

1.4.1 Asal mula tradisi ngubeng nganten gapura padureksa.
            Masjid Wali loram kulon didirikan oleh Tji Wie Gwan seorang yangdatang dari Champa. Dia merupakn murid dari Sunan Kudus yang dierintah untuk menyebarkan agama islam di kudus bagian Selatan. Tji Wie Gwan memilih daerah loram karena padawaktu itu mastarakatnya masih banyak yang memeluk agam hindu. Siasat yang digunakan untuk menrik minat msyarakat loramadlah dengan membangun masjid yang memiliki gapua menyerupai gapura hindu. Lambat lau wraga yang penasaraarn tertarik dan akhirnya ikut beljar kepada TjiWie Gwan. Lama kelamaan masyrakat loram kulon banayak yang memeluk agama islam.
            Tji Wie Gwan juga sering mengisi acara di masjid dengan ajaran-ajaran selesai salat Jumat. Banyak santri yang telah selesai belajar pulang ke kampung halamannya dan menikah. Tak hanya itu mereka juag emngharapkan kehadiran sang Guru untuk memberi restu. Karena banyak yang menikah padawaktu yang bersamaan, Tji Wie Gwan akhirnya memanggil murid-muridnya yang kan menikah untuk berkmupul di Masjid. Karena belum daa KUA, maka pada jaman itu didoakanlah mereka secara bersamaan. Setelah mereka melakukakan ijab kobul, mereka diperintah untuk memutari gapura padureksa masjid Wali sebanyak satu kali putaran. Hal ini dimaksudkan agar pengantin-pengantin tersebut mendapat keberkahan.  


1.4.2 Makna Tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padurekasa
 Tradisi ngubeng nganten gapura padureksa telah menjadi bagian kebudayaan masyarakat Jawa di daerah loram kulon yang hingga kini masih dipercayai untuk dilakukan. Pengantin yang telah melaksankan ijab kobul di dalam masjid kemudian diarak oleh kerabat mengitari gapura padureksa. Pengantin mengitari gapura dari barat kemudian menuju gaupra timur.  Setelh itu mereka didoakan oleh kerabat dan juga ulama setempat agarmenjadi keluarga yang sakinah mawadah warrahmah.
Masayarkat juga masih percaya jika tidak melakukan tradisi ini kan mendapatkan hal-hal yang tidak diingingkan dalam rumah tangga. Misalnya ada keluaraga yang terkena musibah, ada musibah saat pernikahan, dsb. Oleh karena itu tradisi ini masih dilakukan hingga sekarang sebagi sarana nguri-uri budaya.
Sebelumnya, keluarga juga juga telah menyiapkan ubarampe berupa sega kepel dan bothok sebagai tradisi yang juga dipercayai pemilik hajat. Nasi kepel yang dipakai berjumlah  7 bungkus dan lauk bothok 7 bungkus. 7 ini maksudnya dalam basa jawa berarti pitu, yang mempunyai arti filsafat “Pitulung (pertolongan), Pitutur (nasihat), Pituduh (petunjuk)” dalam menjalani hidup di dunia. Diharapkan sego ini bisa menjadi sedekah yang dapat memmbawa keberkahan pula bagi pemilik hajat.
Secara tersirat makna dari tradisi ngubengnagnten gapura padureksa ini adalah
1. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.
2. Memohonkan doa kepada keluarga dan masyarakat agar mempelai mendapat keberkahan.
3. Mengenalkan kepada masyarakat jika mereka telah menikah dan memohon doanya.
4. Tradisi ini juga sebgai upaya nguri-uri tradisi pendahulu.
5. Menjaga watak religius warga sekitar masjid wali
6. Bisa sebagai sarana sedekah dengan sego kepel dan bothok.
7. Dipercaya jika tidak melakukan tradisi ini akan terjadi hal-hal yang tidak dinginkan dalam rumah tangga.



           
5 SIMPULAN dan SARAN
          Berdasarkan hasil analisis terhadap tradisi Ngubeng Nganten Gapura Padureksa dapat disimpulkan bahwa menjadi tradisi yang memiliki banyk makna yang luhur. Mislanya makna rasa syukur, sedekah, doa, dsb. Tradisi ini digunkan sebagai sarana untuk memohon doa gar pernikahan mempelai mendapat keberkahan. Sedangkan, masyarakat juaga masih meyakini bahwa jika tidak melakukan tradisi ini kan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga mempelai. Bagimanapun, trdadisi ini merupakan tradisi yang harus tetap dilestrikan.
            Adapun saran penulis yaitu.
1. Agar tradisi ini bisa dimanfaatkan sebgai potensi budaya kearifan lokal.
2. Masyarakat mau mempelajari makan sesungguhnya dari tradisi ini,tidak seakadar elakukan tanpa tahu makna sebenarnya.
3. Pemerintah mau membantu mengenlakan potensi di masjid ini garsemakin dikenal masyarakat luas.


DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Pengantar Sematik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.